Free Web Hosting with Website Builder

Kamis, 03 April 2008

Konsep AURA - Energi Sumber Segalanya

Mari kita berhenti sejenak untuk melihat lebih dalam ke diri kita... atau marilah kita melihat ke sekeliling kita lebih seksama.

Kita melihat orang lain, mobil yang berjalan, pepohonan, awan, bulan. Kita melihat mobil yang bisa berjalan, manusia seperti kita yang bisa berdiri, berjalan, dan berkomunikasi satu sama lain. Proses komunikasi itu sendiri mengakibatkan banyak hal, kerjasama, konflik, persaingan, atau bahkan hubungan cinta.

Apa sih maksud omongan ini?

OK, OK... Sabar sebentar dong!

Di sini saya ingin membahas tentang energi.. atau tepatnya konsep energi yang menggerakkan kita dalam hal berkomunikasi satu sama lain, energi yang menyebabkan seseorang bisa mempengaruhi orang lain, energi yang menyebabkan seorang pria bisa tertarik kepada seorang wanita, energi yang menyebabkan seorang wanita yang tadinya tidak peduli pada seorang pria tiba-tiba saja bisa jatuh hati dan m
engejar-ngejar pria tersebut.

Bukan, maksud saya di sini bukanlah energi ghaib (maksudnya energi yang tidak jelas dari mana asalnya), yang saya maksud di sini adalah energi yang terdapat di alam semesta dalam wujud apapun. Lagipula kalau bicara soal energi ghaib, apa sih definisi ghaib ? Padahal yang namanya energi jelas ghaib karena definisi ghaib itu kan yang tidak terlihat oleh mata, jadi oksigen dan gelombang radio pun sebenarnya hal ghaib. Tetapi beda dengan masa depan, jodoh, kematian, hari kiamat; kesemuanya itu adalah perkara ghaib bukan hal ghaib.

Lalu energi apakah yang bisa menyebabkan seseorang mampu berkomunikasi dengan yang lainnya?

Jawabannya adalah energi pikiran. Ya energi yang berasal dari otak kita. Jangan salah! Ketika kita berpikir, menganalisa, atau bahkan berkomunikasi dan berniat akan sesuatu, otak kita mengeluarkan gelombang dengan intensitas tertentu, ilmuwan mencoba mengukur gelombang otak ini dan akhirnya mereka mengklarifikasikannya ke dalam berbagai gelombang tergantung kondisi pribadi si empunya otak, misalnya gelombang alpha, beta, dan sebagainya, itu sebabnya pula ilmu kedokteran menciptakan alat EEG (nah, mulai jelas kan alasan saya kenapa ingin mencari istri dokter? :-) ).

Gelombang dari otak manusia itu terpancar keluar tubuhnya, dalam bentuk aura atau energi elektromagnetik yang berada di sekeliling tubuh atau bentuk energi lain yang menjadi perantara kita untuk berkomunikasi dengan orang lain, diantara energi itu adalah bahasa, baik lisan maupun tak lisan seperti body language, gesture, sikap tubuh, maupun energi dalam bentuk simbol (tulisan).

Perlukah kita bahasa lisan ..?

Sekarang cobalah renungkan..Betulkah kita butuh bahasa? Kata siapa kita butuh bahasa untuk berbicara? Coba renungkan lagi...

Kita berbicara dengan teman kita, saudara kita, pacar kita, orang tua kita dan lainnya dengan menggunakan bahasa lisan yang telah diajarkan kepada kita sejak kecil.Kemampuan otak manusia yang luar biasa hebat dengan lebih dari 100 milyar neuron ketika lahir, telah mewujudkan niat kita untuk belajar bahasa secara cepat.

Definisi bahasa lisan tak lain hanyalah serangkaian intonasi dan warna nada suara sebagai salah satu bentuk energi yang menjadi perantara kita untuk mentransfer pikiran kita kepada orang lain. Dan yang menjadi media perantara energi itu adalah gelombang suara yang dihasilkan oleh pita suara kita di tenggorokan.

Kalau kita berbicara pada pacar yang kita sayangi, misalkan pacar kita itu orang Perancis, maka perlukah sebenarnya bahasa Perancis itu kita omongkan ke dia? Jelas perlu! Kenapa ? Karena gelombang otak dia hanya bisa mengakses gelombang pikiran kita hanya apabila gelombang pikiran itu kita sampaikan dengan perantara gelombang suara yang aksennya seperti bunyi bahasa Perancis.

Jadi, misalkan kita ingin menyampaikan niat atau pikiran di otak kita bahwa kita mencintai dia, dia hanya mengerti itu hanya apabila pita suara kita mengeluarkan bunyi "Je'taime" , bukan "Aku cinta kamu" atau "Aku sing tresno karo koe"; atau "Wo ai ni".

Kecuali jika kita mengungkapkannya dengan bahasa non- verbal, misalnya bahasa tubuh atau dengan perbuatan, dia bisa saja mengerti akan tetapi bagi sebagian orang pembuktiannya haruslah tetap dengan kata-kata. Adapun bahasa tubuh terbukti sekali penyampaiannya,karena penelitian membuktikan bahwa kita sebenarnya berbicara dengan bahasa tubuh 70% sedangkan bahasa lisan 30%.Tapi ini soal lain lagi.

Sekarang pikirkanlah lagi, andaikata... andaikata kita sudah mampu menyampaikan apa isi pikiran kita begitu saja tanpa perantara, perlukah sebenarnya kita bahasa verbal atau non verbal seperti tulisan ataupun bahasa tubuh?

Tentu tidak.

Dan sekarang bisakah kita atau pernahkah kita menyampaikan isi pikiran kita dan menyampaikannya kepada orang lain, ataupun kepada mahkluk, kepada benda lain, ataupun alam semesta.. Tanpa menggunakan bahasa verbal maupun tulisan?

Pernah.. Sering atau tidaknya itu tergantung kita.

Pernah berdoa?

Tergantung Anda. Ingatlah sekali lagi.. apabila kita berdoa pernahkah kita dipusingkan tentang apakah Tuhan mengerti bahasa kita?

Misalnya, apabila kita orang Indonesia dan seorang muslim, pernahkah kita dipusingkan tentang apakah Allah mengerti bahasa kita ketimbang bahasa Arab? Tentu tidak..karena meskipun secara syariah Islam berasal dari Arab, dan untuk ibadah tertentu kita harus menggunakan bahasa Arab, tetapi kita tidak dipusingkan sama sekali apabila Allah tidak mengerti bahasa Indonesia ketimbang Arab:

Pertama
, karena kita meyakini Tuhan Maha Mengetahui, jadi bahasa apapun Dia pasti mengerti,

dan kedua (inilah yang sering tidak kita sadari selama ini) bahwa kita melakukan kontak dengan Tuhan sebenarnya bukanlah melalui perkataan atau ucapan, bukan dengan seruan Allahu Akbar, Halleluya, atau Om Sya Nika, bukanlah ucapan itu yang menjadi perantara kontak kita dengan Tuhan.

Yang menjadi perantara itu adalah pikiran kita sendiri, gelombang otak kita sendiri, atau yang bila dijabarkan secara agama adalah niat kita atau hati kita sendiri... Dengan kata lain kita meyakini bahwa gelombang pikiran kita, entah bagaimana caranya akan sampai ke 'telinga' dan 'otak' Tuhan.

Wah.. Wah kok jadi ngomongin agama.. Sok suci lu!

Ok! OK! bukan bermaksud sok suci.. saya cuma mengingatkan yang selama ini sudah terjadi sama kita tapi tanpa kita sadari atau syukuri..

Baiklah, terlalu jauh jika membahas kontak kita ke Tuhan, nah sekarang.. bagaimana dengan kontak dari kita ke mahluk-Nya yang lain, seperti tumbuhan, batu, bumi, ataupun orang lain di sekitar kita.. Bisakah kita melakukan kontak dengan mereka tanpa bahasa, tanpa perantara..?

Jawabannya bisa... tapi itu tergantung dari kemampuan yang kita miliki.

Kemampuan ?

Betul..Nah sekarang, mari kita balik lagi ke konsep energi. Definisi dari energi secara ilmu alam adalah kemampuan untuk melakukan suatu usaha. Orang mengukur satuan usaha untuk energi bermacam macam, misalnya, satu Joule adalah usaha yang diperlukan untuk memindahkan beban satu Newton (kira-kira berat sebuah apel di Inggris) sebesar satu meter ke atas, satu kalori adalah usaha yang diperlukan untuk menaikkan suhu satu kilogram air sebanyak satu derajat celcius. Kalori juga satuan energi yang digunakan untuk kegiatan metabolisme manusia.

Nah sekarang, untuk kegiatan berkomunikasi. Misalnya kita mencoba meyakinkan sesorang akan suatu hal, energi yang kita keluarkan tentu berbeda ketika kita meyakinkan seorang anak kecil dibandingkan dengan kita berusaha membujuk bos kita agar menyetujui proposal kita, atau meyakinkan klien agar memberi produk kita, atau.. nah ini yang paling asyik.. membuat wanita tergila-gila pada kita.

Percaya a
tau tidak.. semuanya itu tergantung dari pancaran energi yang dipancarkan oleh orang tersebut.

Tahukah kalian orang-orang besar yang mampu mempengaruhi orang banyak seperti Caesar, Hitler, Soekarno atau bahkan.. Muhammad, Budha, Kristus? Pernahkah kita berpikir apa yang membedakan kita dengan mereka? Toh sama-sama manusia. Dalam hal ini untuk sementara tolong kesampingkan dulu faktor kepercayaan.. mari kita lihat dari segi natural: manusia. Mereka manusia dan kita juga.

Lalu apa yang membedakan? Jawabannya Energi mereka... Orang-orang besar memancarkan energi yang besar pula untuk mengajak, mempengaruhi, atau memerintah orang lain, dengan kata lain aura mereka sangat kuat untuk mempengaruhi orang lain. Entah untuk tujuan baik atau buruk.
Nggak usah jauh-jauh ke Nabi Muhammad atau Kristus, lihatlah Bos kita.. seringkali kita melihat apabila ada seorang CEO yang senior dan cukup banyak makan asam garam memimpin perusahaan, maka kita akan merasakan 'kharisma' dari kepemimpinan orang tersebut sehingga orang tersebut terkesan sekali berwibawa. Akibatnya segala omongan, perintah, serta petuahnya akan didengarkan baik-baik oleh para karyawan demi kemajuan perusahaan.

Dengan kata lain, orang besar.. baik yang besar karena pengalaman maupun ilmu yang mereka dalami, akan memancarkan aura yang bisa mempengaruhi orang lain.

Aura adalah energi potensial elektromagnetik yang ada di sekeliling tubuh kita.. Aura memang ghaib (maksudnya tak terlihat mata biasa), tapi ini bukan perkara ghaib. Dengan kemajuan tehnologi kini telah diciptakan kamera khusus yang mampu memotret Aura. Kamera itu diberi nama kamera Kirlian, karena ditemukan oleh Semyon Kirlian, seorang ilmuwan Rusia.

Photo courtesy of www.hikmatul-iman.com

Aura memancar disekeliling tubuh benda hidup seperti manusia, hewan, tumbuhan, dan bahkan benda mati seperti koin, meskipun lemah. Mengapa benda mati bisa? Ini ternyata sesuai dengan prinsip ilmu alam dan fisika kuantum tentang prinsip dualitas gelombang-partikel pada materi, jadi bukan hanya cahaya yang memiliki sifat dualitas... penelitian fisika kuantum oleh dua orang ilmuwan:Louise de Broglie dan Niels Bohr menyatakan semua materi pun punya sifat energi (gelombang), artinya materi juga bisa bersifat seperti gelombang (energi).. Karena jika materi itu diperkecil, misalkan: tangan kita diperkecil jadi sel, lalu kromosom, DNA, molekul, atom, dan akhirnya elektron. Secara fisika klasik kita mengetahui bahwa elektron berputar mengorbit inti atom, padahal...posisi elektron dalam atom pun sebenarnya tidak diketahui ada di mana (uncertainty), ada atau tidak pada saat tertentu.. yang dapat dilacak hanyalah frekuensi keberadaan elektron itu, dan ini berarti sifat gelombang.. maka elektron yang notabene materi pun memiliki sifat energi (atau jangan-jangan elektron itu sendiri adalah energi murni?). Jadi dalam bahasa awamnya, kita tak tahu apakah elektron itu sedang ada di mana pada 'saat ini' di sebuah atom, tetapi pokoknya kita tahu bahwa elektron itu ada karena mengeluarkan frekuensi keberadaannya. Analoginya sama seperti betapa sulitnya kita menentukan posisi persis sebuah penggaris atau pegas yang sedang bergetar pada suatu 'detik tertentu', tapi yang jelas kita tahu berapa frekuensi getaran pegas itu, misalnya 15 kali per detik. Nah, jelas kan?

Huiih, ngomongnya kok jadi rumit ilmiah gini? Pakai kuantum segala?! Pusing Ah!

OK! OK! Kita balik lagi, tadi kan saya cuman berusaha menjelaskan pondasi ilmiahnya.

Nah, aura kita ini secara kita sadari atau tidak, berinteraksi dengan aura lainnya termasuk aura manusia lain, dan apabila kita memang menyadari adanya interaksi ini, maka kita bisa melatihnya. Kuncinya adalah di otak kita, di pikiran kita. Pikiran yang positif akan memperkuat aura yang bagus, dan sebaliknya. Inilah sebabnya mengapa kita tiba-tiba bisa merasakan ada orang yang berniat jahat pada kita, padahal orang itu belum menunjukan gelagat apapun. Ini karena niat dia sudah memancar dan masuk ke otak kita sehingga kita bisa menerima pesan dari si otak orang itu : aku berniat jahat.

Nah, lalu bagaimana dengan benda-benda lain, bisakah pikiran kita terhubung dengan mereka?

Jawabannya BISA! Dan ini pun telah dibuktikan secara empiris.

Pada tahun 1990-an seorang ilmuwan asal Jepang, Dr. Masaru Emoto, mengadakan penelitian mengenai kristal air yang telah dibekukan. Dia meneliti pengaruh kristal air oleh kehidupan orang-orang sekitarnya. Pertama dia mengambil sampel kristal air dari tempat yang terkena bencana, yaitu Kobe (pada tahun 1995 terjadi gempa bumi dashyat di wilayah itu). Dan setelah diteliti, ternyata sampel-sampel kristal air yang diambil bentuknya buruk, kacau, dan tak beraturan, Ini seolah-olah sesuai dengan kondisi perasaan dan emosi korban-korban gempa bumi itu yang dilanda ketakutan, frustasi, dan kesedihan mendalam karena ditinggal sanak keluarganya.

Gambar kristal air yang diambil sesaat langsung setelah terjadinya gempa bumi Kobe (kiri) dan kristal air yang diambil dari tempat yang sama 3 bulan kemudian (kanan), ketika keadaan berangsur membaik dan harapan para korban menjadi pulih kembali.
Photo courtesy of
www.erabaru.or.id/k_07_art_01.htm

Tak puas dengan itu, Dr. Emoto pun mencoba cara lain, dia mengambil dua macam sampel, kali ini manusia. Sampel pertama adalah orang yang sedang marah-marah, sedang stress karena suatu masalah berat. Sampel kedua adalah orang yang sedang senang, sedang gembira dan hatinya penuh dengan kebahagiaan. Sampel pertama, si pemarah disuruh 'memarahi' air di dalam gelas yang disediakan di depannya, kata-kata sekotor apapun dipersilahkan pada dia untuk menumpahkan kekesalannya pada si air itu. Sedang sampel kedua, si bahagia, ia dipersilahkan mengucapkan terima kasih dan rasa syukur kepada air di gelas.

Dan ternyata hasilnya seperti yang telah diperkirakan sebelumnya. Kristal air yang di-sumpahserapahi oleh si pemarah bentuknya menjadi buruk, seolah-olah kristal itu merepresentasikan pikiran buruk si pemarah, sedangkan kristal yang di'berkati' oleh si bahagia, kristal itu bentuknya menjadi teratur dan indah sekali, seolah-olah kristal ini juga merepresentasikan keharmonisan pikiran dan 'ikut merasakan' kebahagiaan yang dialami si bahagia.

Jadi inilah kesimpulannya: pikiran kita sangat terhubung dengan dunia sekitar kita. Dan pendapat ini diperkuat dengan filsafat-filsafat. Contohnya Zhuan Falun (
www.erabaru.or.id/k_07_art_01.htm), sebuah buku filsafat Timur mengatakan, "Semua materi dalam alam semesta, termasuk semua substansi yang ada di alam semesta, adalah makhluk hidup dengan jiwa yang bisa berpikir, dan mereka semua adalah bentuk keberadaan dari Fa alam semesta pada tingkat-tingkat yang berbeda.". Dan selain itu kitab suci pun membenarkan hal ini. Bagi umat muslim misalnya, dari Al Quran kita bisa mengetahui bahwa bumi, bulan, dan matahari semuanya bertasbih menyebut nama Allah, bahkan zat terkecil pun mereka semua bertasbih dan berdzikir menyebut nama Tuhan-nya dengan caranya masing-masing, jadi artinya.. benarlah bahwa alam semesta ini hakikatnya satu dan semua saling berhubung satu sama lain.

Termasuk kita.

Inilah sebuah tabir rahasia yang mungkin tidak kita sadari selama ini. Atau sebenarnya ini bukan rahasia, petunjuknya sudah ada. Hanya kita sajalah yang malas untuk meng-eksplore-nya.

Nah, sekarang dengan telah mengetahuinya kita rahasia ini, lalu selanjutnya apa yang harus kita lakukan? Tentu saja, kita harus senantiasa menjaga pikiran, perkataan, dan perbuatan kita agar selalu baik. Klise memang, tapi sekarang kita mengetahui mengapa semua agama, semua Nabi, dan semua Kitab Suci selalu mengajarkan dan menyuruh kita untuk melakukan hal-hal yang baik, bukan?

Kita harus berpikir positif dan menjauhi prasangka buruk. Hal ini tentu dikarenakan bahwa kita telah mengetahui bahwa kita ter-connect dengan alam semesta, jadi apa pun yang sebenarnya kita pikirkan itu akan direspon oleh alam semesta.Inilah sebabnya kenapa semua amal perbuatan kita itu tergantung dari NIAT, dari niat kita bisa membentuk diri kita, dan bahkan alam ini. Untuk selanjutnya ini bisa dilihat pada essay : Dashyatnya Kekuatan NIAT.

Dan inilah kesimpulan akhirnya, kita adalah manusia dan karena kita tahu bahwa segala sesuatu yang kita perbuat, kita pikirkan dan kita NIAT-kan akan direspon oleh alam semesta, artinya kita tahu bahwa kita bisa melakukan apapun terhadap alam semesta ini, dengan izin Tuhan tentu saja. Jadi apa artinya?... Tentu saja, balik ke konsep energi... jikalau memang demikian, kita memiliki kekuatan yang besar untuk melakukan apa pun terhadap alam ini. Artinya secara spiritual, dari semua ciptaan, manusia-lah yang diberi energi terbesar. karena manusialah yang diberi kesempurnaan untuk melakukan apa pun.

Sombong amat sih lu bilang manusia yang energinya paling besar? Buktinya orang bisa mati juga ketimpa longsoran gunung ?


Bukannya sombong, tapi memang kita mesti menyadari potensi yang diberikan kepada kita. Jika kamu mengatakan gunung memiliki energi besar karena bisa membunuh manusia dengan melongsorkannya memang benar, tapi itu hanya sebatas energi fisik semata. Lupakah kamu dengan definisi energi? Energi adalah kemampuan untuk melakukan usaha, jadi jangan mengira 'usaha' itu hanya sebatas me-longsor-kan orang saja. Berjalan pun usaha, berkomunikasi, berbisnis, membunuh, berkenalan, dan berpacaran itu pun juga usaha. Matahari dan bintang juga memiliki energi besar, tapi mereka tidak akan pernah bisa berkembang biak dan pacaran, bukan? He3x!

Wajarlah jika manusia kemudian menjadi ciptaan yang paling mulia, mahkluk yang sempurna karena semua sisi ada pada kita: baik-jahat, salah-benar, sehat-sakit, ying-yang. Dan untuk itu tentu tidak gratis, ada harga yang harus dibayar. Karena kita memiliki kesempurnaan itu, jadi wajarlah jika kita kalau diberi tugas mengemban amanah sebagai pemimpin di alam semesta, sebagai khalifah bumi atau khalifah fil 'ard, sebagai mitra Tuhan. Yang intinya adalah kita menjadi khalifah dengan tujuan akhir hanyalah satu, menjalankan tugas kita : IBADAH.

Sekarang balik deh ke pribadi aku, sekarang mengerti kan? Aku memang berniat memiliki istri seorang dokter, tapi bukan itu yang utamanya. Yang utamanya adalah dia bisa mendampingi aku untuk beribadah kepada Tuhan. Itulah tujuan sebenarnya, bukan untuk mengumpulkan harta, anak, popularitas, kekuasaan, atau bunuh diri bareng kayak Romeo dan Juliet. Lagipula semua itu hanyalah ujian.

Ngerti kan?


1 komentar:

Chalatraz mengatakan...

subhanallah.............