Free Web Hosting with Website Builder

Kamis, 24 April 2008

Hidup itu detik ini, Meli

Aku stuck lagi di Jakarta, pertama aku ke Jakarta tanpa ditemani oleh A Warrior's Diary, buku harianku yang setia mengiringi perjalanan hidupku , aku lupa membawanya dari Bandung, dan kedua menunggu kabar hasil interview dari Bank asing (oh ya yang kemarin ternyata aku dipanggil kembali lho, interview dengan Bos besarnya , he3x). Tapi sekarang aku lagi-lagi menunggu dan menunggu, berharap setiap ada telepon yang masuk di handphoneku adalah dari mereka, berharap pada suatu hal lain selain Tuhan.

Ini jelas salah.

Inilah akibatnya, aku jadi stuck kembali. Aku tidak bersemangat, thesisku ngadat, latihan Tenaga Dalam bolong, How Could this happend to me? FU**k! Aku melupakan prinsip yang selama ini kucoba terapkan dalam hidupku, bahwa hidup adalah hari ini, saat ini, dan detik ini, jadi maksimalkan apa yang kamu punya saat ini.

Sedikit.. sedikit hiburan hatiku kudapatkan dari wanita yang kusayangi, Ratna Nurmeliani (Meli). Tanggal 23 April ini dia ada interview untuk kelanjutan
test masuk spesialis jantungnya di RS Harapan Kita. Malam hari sesudah interview aku telepon dia, seperti biasa aku aktifkan terlebih dahulu apa yang aku miliki.

And it worked again! Really!

Kami mengobrol berbagi cerita dengan lepasnya. Aku tahu dia sedikit gundah karena test interview yang dia jalani tadi siang tapi yaahh... lumayanlah, kami bisa 'sedikit share' malam itu... meski tidak begitu lama.. kami bercanda, secara dewasa. Kami berdua sama-sama menunggu sesuatu, berharap sesuatu. Aku menunggu hasil interview kerja dan dia menunggu hasil interview pendidikan spesialis.

Ini betul-betul moment-moment yang berat untuk kami berdua.

Tapi obrolan ini mengingatkanku kembali bahwa kita memang harus hidup untuk sekarang. Sebenarnya kalau dipikir-pikir, apa sih yang diharapkan dari menunggu? Menunggu, berharap, tanpa bisa melalukan campur tangan apapun adalah pekerjaan yang paling kubenci.

Maka malam itu aku bisikkan satu kalimat kepadanya (dan juga kepada diriku sendiri), "Mel, hiduplah untuk saat ini dan detik ini. Maksimalkan apa yang kamu punya saat ini detik ini. Berharaplah pada Allah yang, bukan kepada manusia ataupun pekerjaan."

Nasihat yang bagus, tapi terus terang, aku sendiri masih tidak mudah melakukannya.

Malam ini obrolan ini sedikit lain, aku tahu seperti biasa wanita ini baik dan lemah lembut, tetapi she just treat me as a friend.
Tapi malam ini aku merasakan hal lain, ada sedikit 'getaran' dalam dirinya. Aku bisa merasakannya dari obrolan dia, bagaimana dia bercerita tentang cita-citanya, bagaimana kami bercanda, dan sedikit melempar flirt-flirt. Entah ini betul atau hanya perasaanku, tetapi kalau memang iya.. Mungkin ini sedikit kemajuan yang kami buat. Sedikit kemajuan, tapi aku syukuri, bagaimanapun aku sadar perjalananku masih panjang, kalau aku keburu senang aku akan berharap, ngarep, berharap pada dia, bukan kepada Tuhan, and that's very stupid !

Aku mengenal wanita ini semenjak kelas satu SMU, sejak jaman Soeharto masih berkuasa, tetapi sampai sekarang Soeharto sudah wafat, hatinya belum juga kumiliki. Tak terhitung berapa kali aku mencoba 'mencuri' hatinya, selama 8 tahun lamanya.. mulai dengan cara yang amat cupu sampai cara yang paling religius, berdoa di depan Baitullah , Mekkah Al Mukkaromah.

Aku tak tahu bagaimana penantian ini akan berakhir, tapi dari sinilah aku mengambil sebuah pelajaran, bahwa aku seharusnya sama sekali tidak perlu kuatir akan apa yang terjadi nanti. Apakah aku akan bersamanya atau kehilangannya. Karena tohk aku tidak hidup di masa 'nanti' tetapi aku hidup sekarang. Apapun yang terjadi NANTI biarlah terjadi NANTI, yang penting detik ini aku maksimalkan dan aku syukuri. Aku menikmati setiap detik di mana aku bisa mengobrol dengan dia, setiap moment aku bisa bersamanya, karena HANYA saat itulah aku bisa menikmati, soal NANTI biarlah terjadi NANTI.

Meskipun aku ber-NIAT, jika memang Allah mengizinkan dia untuk ku, aku ber-NIAT akan menikahinya, menjadi seorang suami yang baik untuknya, dan menjadi ayah yang baik untuk anak-anakku yang dia lahirkan. Semua kulakukan karena aku mencintai dia dan aku ingin menyempurnakan ibadahku pada Allah.

Itulah sebabnya aku menekankan pada diriku walaupun tidak mudah, bahwa aku tidak pernah lagi berharap pada manusia, atau kepada pekerjaan, atau kepada jabatan. Karena semuanya itu suatu saat pasti akan musnah. Tapi kita lakukan yang terbaik, maksimalkan saja apa yang ada saat ini dan detik ini. Tuhan pasti akan memberi jalan dengan sendirinya.

Malam itu sehabis menelepon dia aku kumpulkan lagi tekad untuk latihan Tenaga Dalam, and I did it! 2 jam 12 menit. I am Back ! Aku sangat mensyukuri hal ini. Terima kasih, Meli. Aku berdoa semoga Allah memberikan kita yang terbaik, untuk rezeki, cinta, dan harmoni.


... Kau membuat aku mengerti hidup ini...
... Kita terlahir bagai selembar kertas putih..
... Tinggal kutulis dengan sebuah pesan Damai..
.. dan terwujud HARMONI ! HARMONI


-- Harmoni --- Padi

Tidak ada komentar: