Free Web Hosting with Website Builder

Selasa, 10 Juni 2008

Ninis, My Sister (2)

Ninis telah melewati masa sulitnya, dia bangkit kembali dan kini telah memetik hasilnya: Nilai Ujiannya BAGUS - BAGUS! Dia sekarang naik ke kelas dua SMU dan diterima di penjurusan IPA. Alhamdulillah, kataku padanya.. "Itu semua karena kamu mau berusaha, Adek.. Kakak cuma ngebantu aja. Kamu lah yang menolong dirikamu sendiri..!"

Tapi dasar Adekku ini pengen dimanja, dia bilang lagi:
"Tapi makasih aja nggak cukup, Kak! Kakak waktu itu janji mau ngasih Adek hadiah kalau ujian Adek bagus!"
Aku berpikir sejenak,
" Hadiahnya apa ya..? Hmm, gimana kalau kita nonton aja?"
" Boleh, Kak! Nonton apa..?"
" Nonton Indiana Jones deh, kamu belum nonton kan..? "
" Belum, Kak!"

Singkat kata, pada hari Senin siang 9 Juni yang cerah ini, aku mengajak Ninis Indiana Jones, sialnya karena kami rada telat, aku lupa bahwa film itu sudah diturunkan di beberapa bioskop 21. Sampai akhirnya kami menemukannya di Blitz Megaplex.

Dan jadi jugalah akhirnya aku menonton masterpiece Steven Spielberg yang ke empat ini. Film yang sudah kurencanakan nonton bersama Eva, Meli, tapi pada akhirnya yang kesampaian malah Ninis. Ah ya, dia cewek yang beruntung.

Sehabis nonton aku antar Adekku ini pulang, dia lucu sekali... sesekali dia bercerita tentang teman-teman sekolahnya..banyak sekali cowok yang mencoba mendekati dia, tetapi tidak ada satupun yang dia terima. Padahal, ikhtiar cowok-cowok itu sudah mengalahkan semangat Bandung lautan api.
Herannya, aku yang biasa-biasa saja ke Ninis, malah dia yang kini dekat denganku.

Sesekali juga Ninis bercerita mengenai problema keluarganya. Jiwanya yang masih labil selalu menjelek-jelekan ayahnya yang tidak bisa mempertahankan komitment berumah tangga, Ninis sering berkata padaku bahwa dia ingin mencarikan Papah baru untuk Mamahnya, dia sebal melihat kelakukan Papahnya yang dia ceritakan kini sudah memiliki anak dengan istri yang lain.

Aku hanya tersenyum mendengarkan, sesekali memberi nasihat: "Kamu nggak boleh begitu, Adek.. Itu kan Papah kamu sendiri!"

" Aku nggak mau punya Papah kayak gitu, maunya nyari Papah baru aja!" umpatnya.

Ninis menyukaiku, buat dia, aku adalah kakaknya, dan (mungkin) kekasihnya, dan sekaligus 'ayahnya'.

Aku pun menyukai dia.. Karena hanya dialah Adik perempuanku satu-satunya.

Gadis ini masih menginjak remaja, usianya belum lagi tujuh belas, tetapi dia sudah tahu bagaimana sikap yang untuk menolak cowok yang memang tidak dia sukai, tetapi di sisi lain, dia sama sekali tidak tahu bagaimana harus bersikap menghadapi problematika keluarganya. Seperti biasa, Ninis hanyalah korban.

Di perjalanan pulang, aku antarkan Ninis sampai rumah. Ketika di parkiran sebelum turun, dia memegang tanganku.

" Kak, kakak kasih Adek hadiah dong..!"
Aku tersenyum, " Kan tadi udah ditraktir nonton? "
Dia memanja " Tapi masak cuma nonton, Kak! Yang lain dong! "
Aku tersenyum, gadis ini manja sekali.. Tapi aku sayang padanya. " OK deh.. hmm apa yah..? Oh ya.. kamu pengen bisa nyetir kan ? "
" Pengen, Kak. Adek udah dikasih mobil tapi belum bisa bawa."
" Gini aja.. Kakak ajarin kamu nyetir sebagai hadiah! Gimana? "
" Wah, beneran, Kak? " Dia kegirangan.
" Tapi jangan bilang Mamah dulu ya? "
" Iya deh, Kak! Kapan? "
" Nanti hari Sabtu, gimana? "
" Wah boleh! Boleh, Kak!"

Dia tertawa senang sekali.. Aku hanya tersenyum.. Lucu sekali gadis ini, cantik, manja.. dan dialah adik perempuan aku satu-satunya. Meskipun dia adalah adik yang 'ketemu gede' tapi aku sayang sekali padanya, seolah dia adalah adik kandungku sendiri.

Tak lama kami pun turun, aku antarkan Ninis ke rumahnya, tetapi sebelum turun aku putuskan untuk melakukan satu hal padanya.

" Oh ya, Adek. Sebentar. Kakak punya hadiah kecil lagi buat Adek. Hadiah ini karena Adek sudah berhasil bangkit dan nilai ulangan Adek bagus! "
" Apa hadiahnya? "
" Adek tutup mata kamu!"

Dia menutup matanya.

Lalu aku pun perlahan-lahan mendekatkan bibirku ke wajahnya, ke pipinya dan.... (OK SILAHKAN DIBAYANGKAN, APA YANG AKU LAKUKAN!)
Dan saat aku melakukannya aku merasakan suatu energi yang luar biasa, sebuah energi untuk selalu menyayangi, mencintai dan melindungi seseorang. Aku merasakan bahwa aku harus selalu bisa menjaga Ninis, melindunginya, dan memberinya kasih sayang.

Dia masih memejamkan matanya saat aku selesai. Dia tahu aku akan melakukan itu, karena dia tahu aku juga menyayanginya.

Yaa..h untuk Ninis, itulah hadiah dari Kakak yang terindah malam ini. Selamat, Sayang! Kamu sudah berhasil bangkit. Kakak ingin hadiah itulah yang paling berharga buat kamu, sehingga film Indiana Jones yang baru ditonton tadi seolah tidak ada artinya.

Dr. Jones berpetualang hanya di Film sedangkan aku di dunia nyata. Bersama Ninis.

Selasa, 03 Juni 2008

Ninis, My sister

Ini bukan sebuah HIT, hanya INTERMEZO.. Tapi ini adalah sebuah kisah menarik. Aku dekat dengan seorang gadis SMU yang cantik, tapi dia bukanlah HIT-ku, sekalipun aku menyayanginya. Dia kini kuanggap sebagai adik perempuanku sendiri.

Nama lengkapnya Renissa, aku mengenalnya dua bulan lalu pertama kali di rumah makan Piring Kenteng
, tempat Kang Dicky praktek di dekat Pasar Sederhana, Bandung. Ninis aslinya seorang gadis yang ceria, cantik dan pintar, dia baru duduk di kelas satu SMU. Tetapi sesuatu masalah dalam keluarganya telah mengubah dirinya menjadi seorang gadis yang pemberontak.
Ninis memberontak karena dia tak kan bisa terima dengan permasalahan keluarganya. Aku bisa memaklumi itu. Ninis sakit hati, tetapi permasalahan ini membuat hatinya keras, sehingga kadang-kadang aku tidak mampu lagi melihat jiwa kepolosan seorang anak SMU dalam dirinya.

Mungkin beruntung bagi Ninis mengenal aku sebelum pemberontakannya lebih parah. Ninis sempat ingin berhenti sekolah. Tidak ada semangat belajar.. Nilai ulangannya hancur. Tetapi ibunya memintaku untuk menjadi guru privatnya. Aku bersedia. Maka sejak saat itu setiap hari Sabtu siang dari jam 11 sampai jam 2, aku ke restoran Piring Kenteng, untuk diskusi dengan Kang Dicky sekaligus mengajari Ninis pelajaran.

Perlahan-lahan semangat belajar Ninis mulai terbentuk kembali. Dia mau belajar matematika, pelajaran yang semula dibencinya. Ninis mulai berani bercerita tentang cita-citanya yang selalu berubah-ubah mulai dari ingin jadi designer, penyiar radio, sampai akhirnya dokter kecantikan. Wajar, di usia dia yang segitu. Dia sedang berusaha menjadi dirinya sendiri.

Ninis hampir selalu datang bersama ibunya setiap hari Sabtu, dan itu sebabnya aku mulai dekat juga dengan ibunya. Lama-lama aku mulai akrab dengan kedua ibu-beranak ini. Aku mulai mengerti kenapa Ninis memberontak, mengerti apa masalah yang melanda keluarga mereka sehingga sampai harus minta bantuan Kang dicky.

Mungkin tidak etis jika aku ceritakan masalah keluarga mereka, tetapi kalau boleh aku singgung sedikit, masalah ini adalah masalah yang berawal dari ketidakmampuannya seorang pria dalam menahan godaan, ketidakmampuan seorang pria dalam menjaga komitment dan kesetiaan hidup berumah tangga, sehingga yang menjadi korban adalah Ninis, ibunya, dan saudara-saudaranya sendiri. Dan pria itu adalah ayah Ninis sendiri.

Kini aku mengetahui betapa mahalnya harga sebuah komitment. Adalah komitment dan kepercayaan, modal utama seorang manusia untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Gara-gara elanggar kepercayaan, aku telah kehilangan seorang teman, Tiara gara-gara aku menceritakan HOAX pada dia. Dia kehilangan kepercayaan pada aku, bukan karena cerita yang kubuat, tetapi justru karena bualanku, yang telah melanggar aturan Don'ts ketiga.

Sedikit aku melanggar kepercayaan orang, dan fatal akibatnya... Karena itu jangan main-main dengan kepercayaan orang.

Tetapi kejadian Ninis memberiku sebuah pelajaran berarti. Bahwa ternyata memang ada manusia seperti itu, aku pikir cerita itu hanya ada di sinetron atau maksimal di Majalah Kartini, di rubrik Oh Mama Oh Papa. Tetapi kali ini cerita itu benar-benar nyata, dan dialami oleh orang terdekatku sendiri.

Memang tidak ada satupun manusia yang bisa dilahirkan di keluarga sempurna. Ninis dibesarkan oleh keluarga yang kepala keluarganya tidak bisa menjaga komitmen, aku dibesarkan oleh kedua orang tua yang emosional, sehingga aku 'terbawa' menjadi emosional juga dan sensitif. Adalah suatu perjuangan yang besar bagiku untuk mengubahnya, setengah mati aku mengontrol emosiku dengan latihan tenaga dalam dan mencoba memaklumi orang lain.

Tetapi itulah hidup, kita harus mau berubah. Kita harus mau menjalani proses untuk menjadi diri kita yang lebih baik. Aku kasihan pada Ninis dan ibunya, tetapi bagaimanapun aku menemukan suatu pelajaran berharga dari pengalaman mereka: bahwa betapa seorang laki-laki yang kuat dan dipercaya amat diperlukan oleh wanita untuk menyandarkan hidupnya. Bahwa jodoh yang terbaik untuk kita adalah jodoh yang membawa kita menuju keselamatan dunia dan akhirat, bukan hanya jodoh yang baik.

Ninis tidak memiliki keluarga yang sempurna, aku juga. Tetapi pointnya bukanlah itu, pointnya adalah aku bisa menjalani hidupku hari demi hari dengan maksimal. Memanfaatkan setiap hari setiap saat dan setiap detik dengan maksimal tanpa takut terhadap masa depan.

Selama Ninis bersamaku, Alhamdulillah dia banyak mengalami perubahan. Dia mulai belajar kembali, semangat hidupnya kembali, dia kembali berani bermimpi untuk hari depannya. Itu bagus, pikirku. Ninis telah mendapatkan seseorang yang bisa dia anggap sebagai seorang yang betul-betul bisa melindunginya dan menjaganya. Seorang laki-laki yang bisa dia anggap sebagai kakaknya dan sekaligus ayahnya. Sekalipun sebenarnya dia bukanlah siapa-siapanya.

Dan laki-laki itu adalah aku.

Ninis telah memberikan harapannya padaku, dia percaya padaku.

Kini tinggallah giliranku untuk menjaga kepercayaannya. Melindungi dia sebaik yang aku bisa, dan membimbingnya agar dia bisa menjadi dirinya sendiri. Karena dia kini menganggap aku sebagi kakaknya. Dan aku pun kini menganggap dia sebagi adikku sendiri. Aslinya aku memang tidak punya adik perempuan, dan aku bersyukur karena kini telah memiliki adik perempuan.

Sekali lagi sebagai penutup... Post ini bukanlah kisah HIT, tetapi sebuah INTERMEZZO, aku kini telah memiliki seorang adik perempuan yang kusayang, Renissa.


Senin, 02 Juni 2008

Tiara - HOAX!

OK, ini sama seali bukan kisah menyenangkan. Pada hari ini, untuk pertama kali (dan aku harap yang terahir kalinya juga) dalam Project Casanova aku terkena batunya.

Malam ini aku didamprat oleh seorang wanita yang sudah kukenal dengan baik lewat Project Casanova, seorang wanita berparas manis, yang dimana aku menyukai dirinya. Wanita yang pernah aku temui dan kuantarkan dia pulang, Tiara.

Tiara telah mendampratku.

Yah, semua sebenarnya bukan sepenuhnya salah dia, sebagian memang kesalahanku juga, karena au menceritakan yang tidak semestinya dalam project ini. Aku melencengkan cerita mengenai siapa yang lebih dahulu menelepon, dengan kata lain, aku telah melakukan pelanggaran Rules ku yang ke-tiga.. tetapi EGOku menyuruhku untuk tidak mengakuinya. Aku telah menceritakan kebohongan, HOAX.

Semula bermula pada hari Minggu malam, sehabis makan malam aku mendapat sms dari Tiara:
TIARA-INBOX : KEMARIN KENAPA NELPON-NELPON.
AKU-REPLY : SORRY DEH, AKU CUMAN PENGEN TAHU KABAR KAMU AJA, SORRY DEH, KAMU KEGANGGU YA?
TIARA-INBOX : I-Y-A

IYA? Hei, apa yang telah terjadi? Kenapa Tiara terganggu dengan teleponku, atau tepatnya, miscalku kemarin.. Aku sudah beberapa kali telepon-teleponan dan sms-an bareng dia. Dan OK-OK saja. Kalaupun dia tidak mengangkat atau membalas teleponku, itu karena dia sedang sibuk. Tetapi setelah itu biasanya Tiara mengirim sms ke aku, memberitahukan alasannya kenapa dia tidak bisa mengangkat telepon. Tetapi tidak ada satupun nada keberatan yang kudengar, gadis cantik ini biasanya ramah kepadaku.

Tetapi kali ini dia mengirim sms seperti ini. Ada apa denganmu, Tiara?

Aku tidak membiarkan rasa penasaranku berlarut. Sehabis makan malam kutelepon dia.

" Halo Tiara.." sapaku. " Sorry aku kemarin nelpon kamu kemarin."
" Iya, kemarin gw lagi pergi hari Minggu "
" Oh ya sama keluarga? "
" Nggak sama temen-temen gw.."
" Oh sorry ya kalo gitu gw nelpon kemarin."
" Kalo bisa nggak usah nelpon lagi aja "
" Apa? "
" Lo nggak usah nelpon gw lagi aja!"
" Ke.. kenapa, Tiara? "
" KARENA GW NGGAK MAU DITELEPON SAMA ORANG ANEH, GILA, YANG NULIS-NULIS DI BLOGNYA!"

Apa? Aku menduga satu hal, Tiara telah membaca Blog Casanova ini, atau tepatnya, baru membacanya sekarang, setelah lama sebelumnya dia kuberitahu alamat blog ini, dia baru membacanya sekarang. Dia telah membaca thread : " Tiara, The Lady Rain"

" Tiara, kamu udah baca?" tanyaku.
" Ya, dan gw nggak tahu ya, entah memorilo itu kuat atau lo emang rekam pembicaraan kita waktu itu (waktu aku bertemu dengan dia di kampusnya)! " damprat Tiara, " TAPI LO TUH ORANG ANEH TAU NGGAK, BAHASALO ITU BANCI BANGET!"

Hah? Kalau seandainya saja aku tidak melatih tenaga dalamku, aku sudah mendampratnya balik. Tetapi aneh sekali, kali ini aku malah tenang... Emosiku tidak terpancing dengan dampratan Tiara, dengan kata lain, aku memaklumi Tiara kenapa dia berbuat seperti itu.

Aku tidak marah, kuakui bahwa apa yang aku lakukan selama ini memang tergolong tidak biasa, kalau nggak mau dibilang aneh